Oleh Wawan Hamzah Arfan

Terlebih dahulu ingin saya katakan, bahwa tulisan yang ingin saya ungkapkan di sini bukan semata-mata berdasarkan faktor kedekatan yang bersifat subyektif, tapi lebih bersifat obyektif berdasarkan pengamatan saya selama ini. Sebenarnya saya mengenal Rg Bagus Warsono sejak tahun 80-an lewat tulisan-tulisannya dengan memakai nama Agus Warsono. Namun saya baru bertatap muka langsung dengan Rg Bagus Warsono belum begitu lama, kurang lebih sekitar dua tahun

Pertama kali saya bertemu Rg Bagus Warsono di tempat kerjanya, hanya sebentar berbincang-bincang saya langsung diajak mampir ke rumahnya di Indramayu yang sekaligus sebagai Markas Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia. Begitu saya sampai ke Markas Lumbung Puisi, saya dibuat tercengang, ada perasaan aneh dengan apa yang saya lihat. Begitu sederhana dan ada apa adanya Markas Lumbung Puisi, tidak jauh beda dengan kesederhanaan Rg Bagus Warsono. Bahkan masyarakat di sekitarnya tidak tahu kalau itu Markas Lumbung Puisi yang sudah sangat dikenal di media sosial dari Sabang sampai Merauke, bahkan negara tetangga.

Di balik kesederhanaan Rg Bagus Warsono, ternyata banyak tersimpan pemikiran dan ide-ide gilanya. Padahal saya berbincang-bincang dengannya seputar dunia sastra hanya sekitar kurang lebih tiga jam, tetapi saya seperti sudah mengenalnya puluhan tahun. Ada yang menarik, unik, sekaligus aneh yang saya rasakan saat ngobrol dengan Rg Bagus Warsono, yaitu sebuah ketulusan yang utuh dalam menggeluti dunia sastra, yang belum saya temukan. Sehingga tanpa saya sadari, pada saat akhir perbincangan, dengan spontanitas saya katakan pada Rg Bagus Warsono, bahwa saya nanti akan ke sini lagi sambil menyerahkan dokumentasi kliping karya sastra yang saya kumpulkan sejak tahun 80-an hingga tahun 2000-an.

Kurang lebih sekitar dua bulan lamanya, sejak pertemuan awal saya dengan Rg Bagus Warsono, saya baru bisa kembali mengunjungi Markas Lumbung Puisi untuk kedua kalinya. Sebagai mana janji saya awal, kunjungan kali ini sambil membawa puluhan dokumen kliping, yang berisi puisi, cerpen, artikel, kritik dan esai seputar sastra. Kurang lebih tiga per empat dokumen kliping yang saya miliki. Begitu bertemu, tanpa panjang lebar, langsung saya serahkan dokumen kliping pada Rg Bagus Warsono. Sontak saja Ia terlihat bingung dengan setumpuk kliping yang saya berikan. Sambil menerima dokumen Rg Bagus Warsono mengatakan, “Terima kasih mas, ini harta yang sangat tak ternilai harganya.” Lalu Ia bertanya pada saya, “Mengapa dokumen kliping ini diserahkan pada saya, padahal saya ini bukan siapa-siapa?”.

Sebelum saya menjawab pertanyaan Rg Bagus Warsono, terlebih dahulu saya menikmati kopi hitam dan makanan ringan yang sudah tersaji di atas meja. Tak lama kami pun berbincang- bincang dengan diiringi kepulan asap rokok, karena kebetulan kami sesama ahli hisap. Menjawab pertanyaan Rg Bagus Warsono, saya jelaskan beberapa alasan, mengapa saya harus menyerahkan dan mempercayakan sepenuhnya untuk Lumbung puisi;

Pertama, saya sendiri tidak mengerti dengan apa yang terjadi, begitu spontan, hanya sebatas percaya pada bisikan hati, bahwa yang tepat untuk menyimpan adalah Rg Bagus Warsono sebagai Komandan Lumbung Puisi. Padahal selama ini, beberapa teman pernah memohon untuk bisa meminjam kliping saya, tapi saya tidak pernah memberikan pinjaman pada siapa pun, tanpa terkecuali. Kalau hanya sebatas membaca di rumah saya, asal tidak dibawa pulang, boleh-boleh saja. Tetapi ini malah diberikan buat Lumbung Puisi.

Kedua, saya merasakan ada sesuatu yang unik dan nyentrik dalam pribadi Rg Bagus Warsono. Sebagai seorang penulis dan sastrawan, Rg Bagus Warsono di mata saya biasa-biasa saja. Banyak sastrawan dan penulis yang lebih hebat dan lebih populer dibanding Rg Bagus Warsono, tetapi saya tidak melihat kehebatan dan popularitas. Saya hanya melihat ada jiwa kepedulian yang hebat dan luar biasa terhadap dunia sastra yang baru saya temukan dalam pribadi Rg Bagus Warsono.

Ketiga, sepertinya Rg Bagus Warsono tidak pernah peduli tentang karya yang ditulisnya. Karena selama saya ngobrol, dengannya, RgBagus Warsono lebih banyak menyoroti dan mengkritisi karya-karya orang lain, tidak pernah membanggakan tentang apa yang Ia tulis. Justru Rg Bagus Warsono lebih memikirkan bagaimana nasib karya sastra Indonesia sebelum era digital, agar generasi muda saat ini bisa mengenal karya sebelum tahun 2000. Karena menurut Rg Bagus Warsono, generasi muda jaman now hanya mengenal karya sastra sebatas media sosial.

Atas dasar itulah saya serahkan dokumen berupa kliping sastra kepada Rg Bagus Warsono, dengan tulus. Juga Sisa seperempat dokumen sudah saya serahkan semua pada saat kunjungan berikutnya ke Lumbung Puisi. Bukan hanya itu, kliping tulisan dan puisi karya saya pun diserahkan ke Rg Bagus Warsono. Termasuk Skripsi saya yang berjudul “Nilai Reliji dalam Puisi Sutardji Calzoum Bachri Pasca O, Amuk, Kapak” saya serahkan juga.

Setelah dokumen berupa kliping saya serahkan semua, beberapa bulan kemudian lahirlah buku “Setyasastra Nagari” yang berisi 30 tahun kesetiaan sastrawan terhadap sastra Indonesia. Artinya, dalam hal ini saya tidak salah sasaran menyerahkan dokumen kliping kepada Rg Bagus Warsono. Tentu saja saya secara pribadi ikut senang ketika dokumen yang saya kumpulkan selama hampir 30 tahun tidak sia-sia, bisa bermanfaat bagi dunia sastra Indonesia. Tanpa sentuhan tangan dan ide-ide liar Rg Bagus Warsono, setumpuk dokumen sastra yang saya miliki hanya sebagai barang rongsokan semata Tapi lewat sentuhan kreatif Rg Bagus Warsono menjadi sesuatu yang sangat bermakna.

Berikut ini saya kutip pernyataan Rg Bagus Warsono setelah menerima dokumen saya, yang dimuat dalam
BERITABUANA.CO, INDRAMAYU ;

*Dengan diserahkannya bukti klipping karya sastrawan Indonesia 1980-2000 oleh Mas Wawan Hamzah Arfan pada Lumbung Puisi adalah kebanggaan bagi Lumbung Puisi dengan dokumentasi asli terlengkap se Indonesia. Ribuan karya sastra dan artikel sastra dari ratusan penyair se Indonesia semua ada di Lumbung Puisi.

Tetapi dibalik kebanggan itu adalah beban dan tanggung jawab yang sangat berat untuk mengamankan barang berharga ini. Ada dua kemungkinan penyimpanan dokumen itu yakni Perpustakaan atau Museum Puisi yang sederhana namun dapat dituju oleh siapa saja.

Dari ribuan klipping itu sebetulnya bisa dibuat ribuan buku baru yang menarik. Karena itu kelak jika sudah tertata rapih kami harus dapat menerima kunjungan sastrawan se Nusantara apabila memerlukan copi dan foto kliping tersebut. Semoga semua ini diridhoi yang Maha Kuasa, amien,” kata Rg Bagus Warsono, Rabu (10/2-2021) pagi.”.

Dari pernyataan Rg Bagus Warsono di atas, saya dapat menarik kesimpulan bahwa Ia benar-benar siap untuk mempertangung-jawabkan semua dokumen yang saya berikan untuk kepentingan dunia sastra. Satu hal yang membuat saya berdecak kagum dan angkat topi pada Rg Bagus Warsono adalah pengorbanan yang sangat luar biasa. Sebagai contoh, dalam mengadakan event untuk penerbitan Antologi Puisi bersama selalu berjalan dengan lancar. Padahal dalam menerbitkan sebuah antologi bersama butuh tenaga, pikiran, dan waktu yang tersita, apalagi dikerjakan sendiri. Butuh keuletan khusus dari sebuah ketulusan yang utuh. Belum lagi menyangkut masalah finansial, butuh modal yang tidak sedikit. Juga, ketika buku antologi sudah terbit, masih ada kendala, yaitu tidak semua peduli untuk ikut sumbangsih sebagai pengganti ongkos cetak. Namun Rg Bagus Warsono tak pernah mengeluh, walau banyak yang tidak membelinya. Sepengetahuan saya, Rg Bagus Warsono ketika mengkordinir dalam pembuatan antologi bersama tidak pernah mewajibkan untuk membeli buku apabila karya seseorang dimuat. Sebagai mana kita ketahui, di setiap event apapun yang kaitannya dengan penerbitan buku antologi, peserta wajib beli buku jika karyanya dimuat. Bagi Rg Bagus Warsono hal itu tidak berlaku, prinsipnya adalah kesadaran.

Apa yang telah diperbuat oleh Rg Bagus Warsono dalam menerbitkan buku antologi bersama tidak main-main, bukan hanya satu atau dua buku, tapi sudah mencapai puluhan buku, yaitu sekitar 26 buku antologi bersama. Belum lagi buku karya Rg Bagus Warsono sendiri, mencapai 23 buku. Sebuah prestasi yang sangat luar biasa. Salah satu buku yang ditulis Rg Bagus Warsono dengan judul “Kemeja Putih Lengan Panjang” (Sekumpul Puisi dari Dua Kumpulan Sajak) yang terbit tahun 2018, mendapat apresiasi dari orang nomor satu negeri ini. Kemudian Rg Bagus Warsono diundang ke Istana Negara untuk menerima penghargaan dari Presiden Jokowi.

Rg Bagus Warsono sebagai pegiat satra di negeri ini mungkin tidak ada duanya. Hampir setiap event-event yang beraroma sastra, Rg Bagus Warsono selalu siap menjadi ujung tombak, sekaligus ujung tombok. Saya melihat sendiri ketika berada di Markas Lumbung Puisi, masih ada beberapa tumpuk buku antologi bersama dari berbagai judul yang tidak dipesan oleh penulis antologi. Tapi Rg Bagus Warsono tidak pernah mengeluh, terlihat santai-santai saja. Menurut pengakuannya, nanti pun akan habis dibagikan cuma-cuma kepada siapa saja yang main ke Lumbung Puisi. Jujur saja, saya sendiri sebagai orang yang bergelut dengan dunia sastra , akan berpikir sepuluh kali untuk berbuat senekat yang dilakukan Rg Bagus Warsono.

Menurut pengamatan saya, orang macam Rg Bagus Warsono ini sangat langka, dan patut mendapat penghargaan dari berbagai pihak. Makanya saya lebih menyoroti Rg Bagus Warsono sebagai pegiat sastra, dari pada sebagai sastrawan Karena yang namanya sastrawan banyak yang terkenal, dan karya-karyanya pun banyak disoroti. Tetapi seorang pegiat, pecinta, sekaligus pelindung sastra sangat sedikit. Atas dasar itu tulisan ini saya beri judul “Rg Bagus Warsono, Sang Pelindung Sastra”.

Tentu ada yang bertanya-tanya dengan istilah pelindung sastra. Pembaca yang bijak tentu dapat memberi asumsi sendiri. Jika apa yang saya ungkapkan di sini dianggap terlalu berlebihan, itu bisa saya maklumi. Karena apabila kita mau menelusuri asal-usul kata “berlebihan” itu berasal dari kata dasar “lebih”. Ya, sebagai pegiat sastra yang benar-benar pecinta sastra tulen ini Rg Bagus Warsono punya nilai “lebih”. Mudah-mudahan kerja keras Rg Bagus Warsono bisa membuahkan hasil yang positif bagi sastra Indonesia. Sekaligus memperkenalkan pada dunia, bahwa di Indonesia tidak sedikit karya sastra yang berkualitas.

Dan saya yakin suatu saat nanti Rg Bagus Warsono mampu menerobos dunia, menjadikan karya sastra Indonesia semakin jelas terbaca masyarakat dunia.

Ciptakan sesuatu yang indah untuk hari ini dengan berkarya.

Cirebon, Januari 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *