Sebuah Otobiografi
MENJADI DIRI SENDIRI
oleh Wawan Hamzah Arfan
Sampai saat ini saya kadang masih merasakan ada keanehan tentang perjalan hidup dan kehidupan saya. Bagaimana tidak, sejak kecil saya tidak pernah merasakan indahnya dunia anak-anak. Bila mengingat masa kecil, benak saya hanya merekam peristiwa kelam. Tekanan ekonomi keluarga, tekanan didikan orang tua yang begitu keras, sering menghantui pikiran dan perasaan saya . Hampir saja saya masuk ke dalam jurang keputusasaan, tidak percaya diri, apalagi punya cita-cita untuk menjadi seseorang yang memiliki kedudukan, tak pernah terlintas dalam benak.
Setelah selesai menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama, saya melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Padahal hati saya tidak merasa cocok untuk menjadi seorang guru, tapi karena desakan seorang ibu, mau tidak mau saya harus mengikutinya. Karena hanya ibu yang begitu peduli, apalagi saya anak pertama dari empat bersaudara. Sementara ayah saya tak begitu peduli, Ia asyik dengan dunianya sendiri.
Menurut pandangan ibu saya, menjadi guru itu mulia, karena ibu saya juga adalah seorang guru SD. Pada saat itu saya tidak punya pilihan lain selain patuh dengan apa yang ibu saya katakan. Karena saya melihat sosok ibu sebagai wanita paling sabar walau sering teraniaya oleh perlakuan ayah saya yang hanya mau menang sendiri. Melihat keadaan keluarga saya yang boleh dikatakan kurang, mungkin tidak harmonis, saya tetap belajar dengan baik Untuk mengikuti pendidikan di SPG sampai selesai mendapatkan STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) pada tahun 1981.
Memasuki pendidikan akhir di SPG, ada perasaan yang bergejolak meraksuki pikiran tentang kehidupan yang saya alami terasa sangat tidak adil. Benih-benih pemberontakan dalam hati saya dari hari ke hari makin menjadi-jadi. Merasakan suasana hati yang semakin tidak nyaman dengan situasi dan keadaan. Akhirnya saya memutuskan untuk menjaga jarak dalam berkomunikasi dengan teman-teman. Sementara teman-teman mengisi masa remajanya dengan bermain, saya lebih asyik menyendiri sambil membaca buku, terutama buku sastra. Selain itu, saya Juga belajar menulis tentang ketidakadilan yang saya rasakan. Apa-apa yang dirasakan saya diungkapkan ke dalam bentuk tulisan, seperti artikel, cerpen, dan terutama puisi.
Pada bulan April tahun 1982 (usia saya baru 19 tahun), saya diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai guru Sekolah Dasar di wilayah Kabupaten Cirebon. Saya bersyukur bisa menjadi seorang guru mengikuti jejak orang tua (ibu), walau gaji seorang guru saat itu sangat rendah, hanya sekitar delapan belas ribu rupiah. Pada awal menjadi guru, saya sudah menerapkan visi dan misi hidup saya untuk dunia pendidikan. Saya terus belajar dan belajar dengan banyak membaca buku yang tidak hanya sebatas buku tentang pendidikan. Semua buku saya baca, seperti sastra, budaya, sejarah, sosiologi, psikologi, antropologi, filsafat, dan lain-lain. Kebiasaan saya membaca buku membuahkan hasil buat pribadi saya secara khusus, bukan untuk sebuah kedudukan atau jabatan.
Selama menjadi guru, saya selalu berusaha untuk hidup sederhana. Bekerja dengan disiplin penuh dan apa adanya. Saya selalu belajar dan belajar untuk menjadi diri sendiri agar tidak terpengaruh situasi dan kondisi yang pada akhirnya akan menjerat Sebagai contoh sederhana dan umum, yaitu kemudahan bagi PNS untuk pinjam uang di Bank, dan itu tidak saya lakukan. Sampai saat ini, menjelang satu tahun purnabakti alias pensiun, saya tidak pernah menggadaikan SK untuk mendapatkan pinjaman uang dari Bank yang begitu menggiurkan. Bukan hanya itu, pinjam meminjam secara pribadi ke teman berupa apa pun tidak pernah saya lakukan. Saya berusaha untuk hidup seadanya, bekerja dengan selalu menghargai waktu, tulus, ikhlas, dan yang paling utama untuk tidak pernah mengeluh dalam menghadapi situasi apa pun. Ternyata, apa yang saya rasakan saat ini untuk selalu menjadi diri sendiri itu adalah sebuah ketenangan dalam menjalani hidup dan kehidupan ini
Apa yang saya utarakan di atas mungkin bagi kebanyakan orang adalah berlebihan dan tidak umum. Bagi saya, terserah orang memandang dan menilai apa tentang diri saya. Karena memang apa yang saya lakukan tidak umum. Karena prinsip hidup saya adalah berusaha untuk tidak membenarkan sesuatu yang bersifat umum, tapi berusaha untuk selalu mengumumkan sesuatu yang benar. Atau dengan kata lain, *Tidak membenarkan yang umum, tapi mengumumkan yang benar ” Dalam hal ini saya jadi teringat apa yang dikatakan Al Farabi, bahwa “Kebenaran itu hanya satu, dan perbedaan pendapat hanya bersifat lahiriah belaka.”
Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, ada satu hal yang membuat saya selalu optimis, termotivasi untuk tetap percaya diri dan terus berkarya, yaitu “Ciptakan sesuatu yang indah untuk hari ini dengan berkarya!”.
Cirebon, Januari 2022