oleh Wawan Hamzah Arfan

BEBERAPA waktu yang lalu tanpa sengaja penulis terlibat dalam sebuah obrolan dengan beberapa orang yang berusia lanjut tentang keadaan nak muda saat ini (di sekitar Cirebon) yang sudah tidak lagi memiliki etika dalam berbahasa daerah. Mereka sangat prihatin kepada generasi muda yang sudah tidak mau lagi menggunakan bahasa bebasan, tetapi lebih suka menggunakan bahasa yang kasar. Atas dasar obrolan itulah penulis merasa perlu untuk mengangkatnya ke dalam sebuah tulisan. Mudah-mudahan tulisan ini bisa dijadikan sebagai bahan kajian kita bersama.

Sebagian besar masyarakat yang berada di wilayah Propinsi Jawa Barat menggunakan bahasa daerahnya, bahasa Sunda. Hanya sebagian kecil yang tidak menggunakan bahasa Sunda, yaitu yang berada di daerah Cirebon. Bahasa yang digunakan di daerah Cirebon orang menyebutnya sebagai bahasa ‘Jawa’.

Bukanlah suatu kesalahan apabila orang mengatakan bahasa daerah Cirebon adalah bahasa Jawa, karena memang mendekati bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang berada di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Juga bukan suatu kesalahan apabila ada orang Jawa Tengah atau Jawa Timur yang mendengar bahasa daerah Cirebon sebagai bahasa Jawa ‘kasar’, karena memang dia mengenal bahasa Jawa yang halus dan kasar.

Di sinilah barangkali permasalahan yang perlu kita kaji. Apakah bahasa daerah yang digunakan masyarakat Cirebon sebagai bahasa Jawa atau bahasa Cirebon (basa Cerbon)?

Lepas dari permasalahan yang menyebutnya apa, hanya saja penulis sangat tidak setuju apabila bahasa daerah Cirebon yang digunakan anak muda Cirebon sebagai bahasa yang kasar. Karena dalam hal ini penulis menganggap bahasa daerah yang digunakan Wong Cirebon sebagai bahasa Cirebon (basa Cerbon) bukan ‘bahasa Jawa’.

Bahasa Cirebon merupakan produk masyarakat Cirebon yang diolah sedemikian rupa dengan menggunakan bahasa Jawa dan Sunda – yang dalam hal ini bahan baku Jawa lebih banyak, sehingga tidak mengherankan jika basa Cerbon dikatakan sebagai bahasa Jawa.

Atas dasar itulah perlu kiranya penulis garisbawahi, bahwa bahasa Cirebon atau basa Cerbon merupakan bahasa yang memiliki identitas sendiri yang tidak bisa disamakan dengan bahasa Jawa, apalagi dikatakan sebagai bahasa yang kasar. Seperti halnya bahasa daerah Jakarta (Betawi) yang tidak bisa dikatakan sebagai Bahasa Indonesia. Bahasa Cirebon mempunyai kedudukan yang sama istimewanya dengan bahasa Indonesia.

Mengapa? Karena dalam bahasa Indonesia tidak ada istilah bahasa Indonesia. Termasuk bahasa Cirebon, tidak ada halus atau kasar. Itulah bahasa Cirebon. Bahasa yang mau tidak mau harus dihargai oleh masyarakat Cirebon sendiri. Apalagi bahasa Cirebon dijadikan bahan Pendidikan Muatan Lokal untuk SD dan SLTP dalam GBPP dan Kurikulum Muatan Lokal tahun 1966 berdasarkan SK Direktorat Dikdasmen Nomor 0863/C.2/1.90 tanggal 18 Oktober 1990.

Sesuatu yang sangat tidak beralasan apabila bahasa dianggap sebagai mahluk hidup yang memiliki sifat baik dan buruk atau halus dan kasar – sebab yang namanya bahasa mempunyai nilai yang sama sebagai alat komunikasi.halus atau kasarnya bahasa bukan dilihat dari bahasa itu sendiri, tetapi dari cara si pemakai bahasa. Karena itu apabila ada orang yang menganggap bahasa Cirebon sebagai bahasa yang kasar, sesungguhnya orang tersebut tidak memahami maknanya sebuah bahasa.

Akhirnya, siapa lagi kalau bukan kita yang mau menghargai dan menjaga bahasa sendiri, seperti yang dilakukan Mitra Dialog dalam kolom ‘Jogregan’ – yang dengan apik dan manisnya menggunakan bahasa Cirebon.

Mitra Dialog, Sabtu-Senin 22-24 September 2001.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *