Kuakui Pesonamu

ah, kau begitu cerdas melukis wajahmu
di atas kaca yang retak
dengan kombinasi warna menyala
menerangi pesonamu
menghidupkan gairah di mataku
sebagai lelaki
tapi kau belum juga mengerti
aku bukan lagi buruanmu
yang bisa kau jaring
walau dengan wangi kembang setaman

Cirebon, 2001

Kutahu Maumu

dari suratmu yang kuterima kemarin
betapa sunyi perasaanmu
menenggelamkan kesetiaanmu akan janji
yang tak pernah punya kesepakatan
sudahlah,
tak perlu menyumpahiku dengan kegelisahanmu
atau mencumbuiku dengan wangi bunga bangkai
di musim kemarau ini
karena sesungguhnya telah kutahu maumu
dusta itu piaraanmu

Cirebon, 2001

Kumohon Kehadiranmu

kekasih, tak seorangpun kenalan kuundang
hanya kehadiranmu yang kuharap
dengan permohonan
untuk tidak membawa beban masa lalu
bila perlu
tak ada jabat tangan atau ucapan
selamat menempuh hidup baru
cukup kau tatap
adakah genangan air di mataku?

Cirebon, 2001

Kuselimuti Mimpi

sudah sekian lama aku berbaring
dalam pelukan gelombang
diselimuti kabut yang kusut
menusuki bayangku
aku sudah tak punya peluang
semuanya tumbang
bersama mimpi

Cirebon, 2001

Mitra Dialog, halaman 8, Sabtu Pon 21 Februari 2004

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *