oleh Wawan Hamzah Arfan

Dalam memberikan hadiah Nobel untuk bidang sastra, Akademi Swedia – katanya sering membuat kejutan. Sehingga sering menimbulkan pertanyaan para pengamat sastra. Namun keberhasilan Octavio Paz sebagai pemenang hadiah Nobel untuk bidang Sastra tahun ini tidaklah membuat para pengamat sastra merasa terkejut atau terjebak . Karena nama Octavio Paz sudah sejak tahun 1982 dicalonkan sebagai pemenang hadiah Nobel. Bahkan bersamaan dengan pengumuman kemenangan penyair Sovyet yang hidup dalam buangan, Joseph Brodsky (pemenang Nobel 1987), harian terkemuka New York Times menyiarkan berita, bahwa Octavio Paz telah dicalonkan sebagai pemenang Hadiah Nobel untuk tahun mendatang. Tetapi ternyata tahun berikutnya (1988) hadiah tersebut jatuh ke tangan pengarang Mesir yang kurang dikenal dunia, yaitu Najib Mahfudz. Juga tahun 1989 hadiah tersebut belum bisa diraihnya, karena jatuh ke tangan pengarang Spanyol, Camilo Jose Cela. Dan barulah pada tahun 1990 hadiah bergengsi itu jatuh ke tangannya.

Octavio Paz yang lahir tahun 1914 di Mexico City adalah orang pertama dari negara Mexico yang memenangkan hadiah Nobel. Ia telah menulis puisi sejak usianya belasan tahun. Waktu itu ia menulis dalam bentuk sajak tradisonal . Kumpulan puisinya yang pertama terbit tahun 1949, Libertad hajo paladra, diikuti buku esainya yang terkenal, El laberinto de la soledad. Sejak itu entah berapa buku esai  dan kumpulan puisinya ia lahirkan.

Paz adalah penyair dan esais yang bukan saja cemerlang, namun juga sangat melimpah dengan kreativitas. Ia adalah pengagum  sebagai TS. Eliot (Penyair Inggris, pemenang Nobel 1948), dan seperti puisi TS Eliot (The Wastle Land misalnya) kerangka atau struktur-struktur puisi-puisinya umumnya spatial dan musikal. Juga ia mengagumi lirik-lirik Cina Klasik karya Li Po dan haiku-haiku Jepang, khusunya karya Mathsuo Basho.

Selain sebagai seorang penyair, Paz juga terlibat aktif dalam dunia politik. Antara tahun 1943-1945 Paz tinggal di Amerika sebagai Diplomat, dan sejak itu kariernya sebagai Diplomat menanjak terus. Pada tahun 1962 Paz diangkat sebagai Duta Besar Mexico di India, namun pada tahun 1968 ia meletakkan jabatannya  sebagai Duta Besar sebagai protes terhadap pemerintah Mexico atas demontrasi-demontrasi mahasiswa yang kelewat keras.

Bersama Sutardji Calzoum Bachri, pada thun 1974 Paz muncul di Poetry International Roterdam, dan waktu itu Paz muncul berkali-kali di majalah Times dan Newsweek. Berikut ini saya cantumkan dua buah sajak karya Octavio Paz terjemahan Abdul Hadi WM:

KEPASTIAN

Jika nyata putih
Cahaya dari lampu ini, nyata
Tulisan tangan, adakah
Nyata, mata memandang apa yang kutulis?
Dari satu kata ke lainnya
Yang kututurkan lenyap
Kutahu aku hidup
Antara dua tanda kurung

PERSAHABATAN

Inilah jam yang ditunggu
Di atas meja berjatuhan
Tanpa putus
Pancaran rambut lampu
Malam menggerakkan jendela menuju keluasan
Tak seorang di sini
Kehadiran tanpa nama mengepungku
Begitulah, sekedar catatan tentang pemenang hadiah Nobel untuk bidang Sastra tahun 1990.

PIKIRAN RAKYAT Edisi Cirebon, Minggu I Nopember 1990

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *